Minggu, 19 November 2017

ADIKKU, SERU JUGA!

Sungguh, Alif tidak  suka bermain dengan adiknya,  Aina. Aina itu menjengkelkan. Tidak seru. Tidak seperti Ilham temannya. Dan satu lagi, cengeng. Menurut Alif, Aina mudah  menangis.

Tapi kali ini Alif harus bermain bersama Aina, karena Ibu dan Ayah pergi. Dari kemarin Ibu sudah memintanya untuk menjaga adiknya. Jadi hari ini Alif akan mengajak Aina jalan-jalan. Pergi berpetualang  dengan  stoples di tangan. Aina senang sekali begitu tahu Alif  akan mengajaknya melihat ulat berubah jadi kepompong.

"Barang yang kupesan, sudah kau bawa, kan.." tanya Alif.

Aina membuka kain penutup keranjang yang dibawanya. Kemudian diangkatnya sebuah stoples plastik bekas berukuran sedang, lengkap dengan tutupnya. Senyum Alif melebar. Mereka siap bertualang.
Pipi Aina mulai hangat oleh sinar mentari, saat mereka sampai. Alif mengedarkan pandangannya.

"Itu dia", serunya seraya menunjuk pohon mangga di ujung barat.

Gambar diambil di sini


Alif melepaskan tangan dari Aina, lalu berlari. Aina mengikuti langkah-langkah kakaknya. Setelah melepas sepatu, Alif memanjat pohon itu. Aina mengangkat kepalanya. Matanya menyipit kena sinar matahari.

"Ada tidak, Kak.." Aina melihat tangan Alif masih sibuk menyibakkan dahan dan dedaunan di atas sana.

"Kakak yakin ini pohonnya ?" tanya Aina setelah beberapa waktu tidak mendengar suara Alif.

Tetap tidak ada jawaban. Kemudian Alif  turun  perlahan. Dari bawah, Aina bisa melihat tangan kanan Alif membawa sesuatu. Bergegas Aina mengeluarkan stoples dari dalam keranjang. Diletakkannya stoples itu di atas tanah. Diambilnya beberapa helai daun mangga di dalam stoples. Aina mengernyitkan dahi begitu melihat benda yang ada di tangan kakaknya.

"Kok.. sarang burung, Kak ?" Alis Aina bertaut.

"Sepertinya ulat kita sudah dimakan duluan oleh burung-burung, sebelum jadi kepompong."

Aina diam. Mata itu berkaca-kaca. Alif mulai kesal. Ah, gitu aja nangis. Baru saja dia akan mengungkapkan rasa kesalnya, ketika matanya menangkap sesuatu.

"Lihat..!" serunya sambil menarik tangan Aina.

Beberapa saat, mereka menatap benda di angkasa itu dengan takjub. Kemudian mereka berpandangan. Seperti dikomando, mereka bergegas merapikan barang bawaan, lalu berlari ke utara.
Mereka berlari melewati kebun mangga, kemudian menyeberangi jalan desa. Setelah dua kali berhenti karena keranjang yang dibawa Aina jatuh, merekapun sampai.

Terengah-engah, Alif membuka botol minum, meminumnya tiga teguk lalu mengangsurkan pada Aina.
Senyum mereka merekah. Aina mengikuti Alif menuju gerombolan orang-orang dewasa. Beberapa diantara mereka berpakaian hijau doreng. Aina berjalan di belakang Alif. Tangannya memegang kaos kakaknya. Mereka kemudian duduk di atas bongkahan kayu, beberapa langkah dari orang-orang itu.

"Seperti yang di televisi ya, Kak.." ujar Aina gembira.

Alif mengangguk. Mata mereka melihat angkasa. Parasut warna-warni membuat mereka hampir tak berkedip. Alif tersenyum membayangkan dirinyalah yang di atas sana.
Aina mengedarkan pandangan ke tanah lapang itu. Matanya berhenti pada semak-semak di ujung. Semak itu bergerak-gerak. Aina beringsut perlahan meninggalkan Alif. Tanpa suara, Aina berjingkat mendekati semak. Antara kaget dan senang, dia memekik melihat seekor kelinci putih di hadapannya. Pekiknya berlanjut ketika beberapa saat kemudian kelinci itu lepas.
Tiba-tiba saja Alif sudah di belakangnya. Tawanya lepas melihat adiknya mengejar kelinci itu. Alif mencoba menghalau dari arah berlawanan. Mereka saling membantu menangkap binatang bertelinga  panjang itu.

Alif jadi ingat dongeng keluarga semut yang diceritakan ibu tiga hari yang lalu.
Mereka berdua tertawa-tawa. Kelinci putih itu seperti menikmati berkejaran dengan dua kakak beradik itu. Sesekali Aina menjerit-jerit kegirangan. Kuncir rambutnya bergoyang-goyang. Mukanya lucu. Alif jadi geli melihatnya. Ah, ternyata main sama Aina seru juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar